“Waves in the sea”
“Maaf Nisa keputusan aku sudah bulat, karena kita bersahabat dari kecil maka aku sudah menganggap kamu sebagai adik..,” Jaka berkata lembut pada Nisa gadis yang sekarang sudah berusia dewasa. Gadis kecil teman bermain di sepanjang pesisir pantai pasir putih dari siang hingga senja menjemput.
Bahagia dan kesedihan telah tereguk bersama. Tapi waktu memang tidak bisa dilogika. Saat sang ayah mereka pergi berhari-hari berlayar mencari ikan-ikan guna menopang hidup yang semakin berat. Selalu Nisa dan Jaka menanti dengan berharap sang ayah akan membawa ikan-ikan yang banyak dan mereka bisa tetap sekolah. Sepanjang hari membuat istana pasir dan kadang terbesit cemas tersirat dari sorot Nisa kecil karena tiba-tiba tanpa aba-aba rumah istananya harus lenyap terhempas gelombang yang mendadak pasang.
Jaka tahu Nisa menangis bukan karena istana Ratu Pelita dia kerap sebut yang sudah di bangun sedari siang hingga sore begitu mewah hancur tanpa bekas. Larut melebur bersama pecahan butiran pasir yang melumer kembali menjadi daratan.
“Tenanglah Nisa, ayah kita akan pulang dengan selamat. Aku akan selalu menjagamu.” Jaka lebih tua tiga tahun mendekap Nisa dengan sayang. Kenyataan malam itu dan selanjutnya sang Ayah memang tidak pernah kembali, hancurnya istana Ratu Pelita di suatu senja memuncak bagai isyarat sang penopang hidup harus kembali pada Dzat Penciptanya. Jaka memeluk Nisa erat,
“Kita sama-sama kehilangan Ayah. Apapun yang terjadi kita harus berjuang untuk memenangkan pertaruhan hidup, Adikku .”
Nisa tahu Jaka pun ternyata tidak sanggup membendung air matanya yang mengalir deras. Nisa tahu betapa Jaka sangat mencintai ayahnya yang selalu berusaha membuatnya bahagia dengan berbagai mainan yang dia beli walau sederhana apabila hasil tangkapan ikannya melebihi harapan. Sedikit uang sisa untuk menyenangkan puteranya.Tujuh belas tahun berlalu, Nisa masih menanti Jaka dengan janjinya. Jaka tidak lagi bisa menemaninya bermain istana pasir, mencari kerang, meronce kerang -kerang menjadi kalung atau sekedar berlarian mengejar kepeting-kepeting hingga persinggahan terakhirnya.
Jaka dipungut oleh saudagar kaya, disekolahkan dan kini hadir menawan dengan kulit yang bersih terawat, tidak selegam sewaktu meninggalkan desa pesisir pantai. Tidak lagi tercium bau khas anak pantai yang diam-diam Nisa suka semenjak pelukan pertama masa kecil ketika kepergian ayah mereka.
Di depannya pria yang wangi, Nisa tidak tahu wangi apakah yang tengah membuat hidungnya gatal. Jaka tujuh belas tahun sudah berubah. Dan Nisa tetaplah gadis pantai yang berharap bertemu dengan lelaki masa kecilnya yang akan terus memeluknya.
Dan Nisa pun sadar ketika Jaka kembali mengulang perkataannya “Maaf, Nisa, keputusan aku sudah bulat. kita bersahabat dari kecil maka aku sudah menganggap kamu sebagai adik…”
“Tanpa engkau berkata maaf aku sudah tahu, Jakaku tujuh belas tahun lalu pun telah hilang…” Nisa menjawab.
By KR,
You must be logged in to post a comment.